Oom Somara de Uci
Membicarakan Perang Bubat bagi masyarakat Sunda adalah air mata. Adalah kesedihan. Kemalangan dan nestapa. Perang Bubat adalah representasi penistaan dan heroisme sekaligus. Perang Bubat adalah pertaruhan dari sebuah harga diri.
Cacandran tahun 1357 Masehi menjadi tahun yang dikenang dengan memilukan. Tahun kejadian banjir darah di Bubat. Bubat menjadi tragedi berdarah paling mengenaskan. Sebuah potret rerancang perkawinan yang gagal karena campur tangan politik sesaat. Peristiwa ini menimbulkan kebencian yang hebat terhadap tokoh sentral Gajah Mada yang diyakini berada dibalik tragedi ini.
Kedatangan orang Sunda yang mengantar calon mempelai perempuan tidak mendapatkan perlakuan yang semestinya. Gajah Mada menginginkan agar calon mempelai diserahkan sebagai upeti tanda negara taklukan dan bersujud pada imperium Majapait. Upeti ini dianggap sebagai tanda bahwa Pajajaran mengakui kedaulatan Majapait. Permintaan yang sekaligus merendahkan ini ditolak oleh orang Sunda.
Maka perang yang tak seimbang itu terjadilah. Perang dengan posisi terlanjur berada di wilayah lawan, tempat yang pada awalnya hendak dijadikan tempat transit sebelum mengantar calon mempelai. Tempat itu dikenal sebagai Bubat-Junggaluh, dekat pelabuhan Jetis, tepi sungai Kali Brantas (Surabaya). Posisi orang Sunda ini laksana ikan masuk bubu, perangkap yang sengaja disediakan sebagai strategi politik perang Mahapatih Gajah Mada untuk menaklukan Sunda dengan cara halus setelah sebelumnya mereka mengadakan penaklukan namun tak berhasil. Kerajaan Sunda ini diposisikan menjadi negara sahabat, yang diantaranya membantu penaklukan Bali untuk Majapait.
Orang Sunda menyebut perlakuan Majapait ini sebagai,”nu asih dipulang sengit”. Upaya berbaik hati kepada negara sahabat dengan mengantar langsung calon mempelai dihadapi dengan sikap acuh tak acuh dan memperhinakan sekaligus dengan meminta calon mempelai diserahkan sebagai upeti.
***
Tidak banyak sumber sejarah yang bercerita tentang Perang Bubat ini. Kitab Pararaton menyebut peristiwa ini dengan kisah Sundayana, itupun sangat sedikit sekali.
*Oom Somara de Uci, alumnus Sejarah IKIP Jakarta, 1987. Pernah mengikuti Program Magister pada Pascasarjana IKIP Bandung Angkatan 1999, tapi tidak selesai.
Lampiran Kidung Sundayana:
Dangdanggula
Dangdanggula rineka mamanis/ Nutur galur sajarah baheula/ Metik tina kitab kahot/ Dirakit sekar kidung/ Gending sunda jaman kiwari/ Medar babad sesempalan/ Luluhur kapungkur/ Talapakan nu baheula/ Kangjeng prabu maharaja nu linuwih/ Karuhun tanah sunda
Kacarita Maha Sunda Aji/ ngalalakon ngantunkeun nagara/ diiring ku balad kabeh/ kersana mundut mantu/ indit sirib ka Majapait/ rek nohonan subaya/ ratu pada ratu/ angkatna ngambah lautan/ pirang-pirang kapal nu ngiring Jeng Gusti/ lengkep muatanana
Tunda heula Ratu Sunda tadi/ urang medar unggelna sajarah/ nu jadi jejer lalakon/ ngadeg Ratu pinunjul/ Ratu Agung di Majapait/ mashur jenenganana/ Ratu Hayamwuruk/ kongas binangkit binekas/ pilih tanding sakti manggulang-mangguling/ koncara binatara
Menak-kuring sami wedi asih/ hempak cepak eusi pulo Jawa/ mantep madep ka pagusten/ malah anu jarauh/ Wandan Koci Tumasik Bali/ Sawangkung Tanjung Pura/ kabeh ulun sujud/ gumusti nadah parentah/ saban taun teu towong caos upeti/ ka Ratu nu wisesa
.....BLA-BLA-BLA
Cacandran tahun 1357 Masehi menjadi tahun yang dikenang dengan memilukan. Tahun kejadian banjir darah di Bubat. Bubat menjadi tragedi berdarah paling mengenaskan. Sebuah potret rerancang perkawinan yang gagal karena campur tangan politik sesaat. Peristiwa ini menimbulkan kebencian yang hebat terhadap tokoh sentral Gajah Mada yang diyakini berada dibalik tragedi ini.
Kedatangan orang Sunda yang mengantar calon mempelai perempuan tidak mendapatkan perlakuan yang semestinya. Gajah Mada menginginkan agar calon mempelai diserahkan sebagai upeti tanda negara taklukan dan bersujud pada imperium Majapait. Upeti ini dianggap sebagai tanda bahwa Pajajaran mengakui kedaulatan Majapait. Permintaan yang sekaligus merendahkan ini ditolak oleh orang Sunda.
Maka perang yang tak seimbang itu terjadilah. Perang dengan posisi terlanjur berada di wilayah lawan, tempat yang pada awalnya hendak dijadikan tempat transit sebelum mengantar calon mempelai. Tempat itu dikenal sebagai Bubat-Junggaluh, dekat pelabuhan Jetis, tepi sungai Kali Brantas (Surabaya). Posisi orang Sunda ini laksana ikan masuk bubu, perangkap yang sengaja disediakan sebagai strategi politik perang Mahapatih Gajah Mada untuk menaklukan Sunda dengan cara halus setelah sebelumnya mereka mengadakan penaklukan namun tak berhasil. Kerajaan Sunda ini diposisikan menjadi negara sahabat, yang diantaranya membantu penaklukan Bali untuk Majapait.
Orang Sunda menyebut perlakuan Majapait ini sebagai,”nu asih dipulang sengit”. Upaya berbaik hati kepada negara sahabat dengan mengantar langsung calon mempelai dihadapi dengan sikap acuh tak acuh dan memperhinakan sekaligus dengan meminta calon mempelai diserahkan sebagai upeti.
***
Tidak banyak sumber sejarah yang bercerita tentang Perang Bubat ini. Kitab Pararaton menyebut peristiwa ini dengan kisah Sundayana, itupun sangat sedikit sekali.
*Oom Somara de Uci, alumnus Sejarah IKIP Jakarta, 1987. Pernah mengikuti Program Magister pada Pascasarjana IKIP Bandung Angkatan 1999, tapi tidak selesai.
Lampiran Kidung Sundayana:
Dangdanggula
Dangdanggula rineka mamanis/ Nutur galur sajarah baheula/ Metik tina kitab kahot/ Dirakit sekar kidung/ Gending sunda jaman kiwari/ Medar babad sesempalan/ Luluhur kapungkur/ Talapakan nu baheula/ Kangjeng prabu maharaja nu linuwih/ Karuhun tanah sunda
Kacarita Maha Sunda Aji/ ngalalakon ngantunkeun nagara/ diiring ku balad kabeh/ kersana mundut mantu/ indit sirib ka Majapait/ rek nohonan subaya/ ratu pada ratu/ angkatna ngambah lautan/ pirang-pirang kapal nu ngiring Jeng Gusti/ lengkep muatanana
Tunda heula Ratu Sunda tadi/ urang medar unggelna sajarah/ nu jadi jejer lalakon/ ngadeg Ratu pinunjul/ Ratu Agung di Majapait/ mashur jenenganana/ Ratu Hayamwuruk/ kongas binangkit binekas/ pilih tanding sakti manggulang-mangguling/ koncara binatara
Menak-kuring sami wedi asih/ hempak cepak eusi pulo Jawa/ mantep madep ka pagusten/ malah anu jarauh/ Wandan Koci Tumasik Bali/ Sawangkung Tanjung Pura/ kabeh ulun sujud/ gumusti nadah parentah/ saban taun teu towong caos upeti/ ka Ratu nu wisesa
.....BLA-BLA-BLA
Sumber : Pustaka Kemucen
rajagaluh undercover
0 comentários:
Post a Comment
tinggalkan pesan